Ngentot Yang Sangat Menegangkan Terbaru Part 2 !!!

SangekIndo - sebelum nya kita membahas kisah nyata cerita ngentot yang sangat menegangkan pada part 1 Nah Kali ini kami akan melanjutkan kisah cerita ini ke part 2 sambungan dari cerita ngentot yang sangat Menegangkan Terbaru part 1 oke ...langsung saja kita sambung cerita nya di bawah ini sebagai berikut ...?


Kulihat tangan Umi membuka kedua belah pantatnya, sehingga aku dapat melihat lobang anus Umi yang kemerahan. Sebenarnya apa yang di inginkan Umi? Kenapa Umi bisa berbuat sejauh ini.

“Mau dimasukan kesini Bu?” Kulihat kepala penis Kang Ujang di tempelkan kelobang anus Umi yang mereka

Anal? Astaga Umi…. apa yang ada di pikiran Umi? Sadar Umi… Aku mohooon…

Kepala Umi mengangguk, menandakan kalau ia ingin Kang Ujang menganalnya.

“Ngomong dong Bu, jangan ngagguk doang, bilang kalau Ibu mau anusnya di jebol…” Kembali Kang Ujang menatapku.

Sepertinya Kang Ujang sengaja ingin memberi tahukanku kalau Umilah yang menginginkan dirinya, bukan dia yang menginginkan Umi, membuatku rasanya jijik melihat Umi yang terlihat sangat nakal malam ini.


Tapi kenapa Umi bisa seperti ini? Di mana Umi yang kukenal dulu? Orang yang selalu menjadi panutanku, yang mengajarkanku banyak kebaikan, tapi kini malah mempertontonkan perbuatan yang tidak senono di hadapanku

Umi membuang nafasnya “Iya… Iyaaa… Jang, jebol anusku Jang, pake kontol kamu… Aahkkk….” Sumpah, jantungku rasanya mau copot saat mendentar Umi meminta Kang Ujang untuk menganalnya.


Lalu dengan perlahan kulihat kepala jamur Kang Ujang menerobos masuk, semakin lama semakin dalam dan Jleeeeb…. “Aaaaaahkk” Umi memekik, ketika Anusnya berhasil di tembus oleh kontol Ujang, dan rasanya tubuhku melemas melihatnya.

Dengan gerakan teratur kuperhatikan Kang Ujang memompa anus Umi.

Hancur sudah kepercayaanku terhadap Umi yang baik. Seorang Ibu yang selama ini mengayomiku, menyayangiku dengan caranya yang luar biasa.


Aku terduduk lemas, sambil memperhatikan mereka berdua yang sedang berzina.

Dari belakang sambil melihat kearahku Kang Ujang menyodok anus Umi, sesekali ia menampar pantat Umi yang semok hingga meninggalkan bekas merah

Ooooo… Jaaang! Aaahkk… Aahkk….” Rintih Umi, dia terlihat seperti pelacur saat ini.

Tak sadar aku meneteskan air mataku, aku sedih, hatiku hancur tapi tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyaksikan Ujang yang sedang menganal Umi. Mempermalukan Umi di hadapanku.


Sebagai seorang anak yang sangat mencintai Ibunya, aku hanya pasrah melihat Umi yang sedang melayani Kang Ujang.


Anus Ibu enak bangeet, kontol saya seperti di pijit-pijit… Aahkk… Enaknyaaa….” Erang Ujang, tak melapas pandangannya kearahku. Membuatku malu dan membuang muka sejenak, menghilangkan rasa jengah yang kurasakan saat ini.

“Aaahkk… Jang… Ooohk… Lebih cepaat Jang, sayaaa mau
nyampeee….!”

Nyampee…? Apa maksudnya? Aaahk… aku tidak mengerti, dan tidak mau mengerti aku berharap pemandangan ini segera berakhir, karena ini sangat menyakitkanku

Tapi… tapi… kenapa aku di sini? Cuman mau melihat Umi selingkuh? Atau pengen melihat Umi bersetubuh? Jangan-jangan Aku suka melihat Umi dan Kang Ujang bersetubuh? Ah… tidak… Aku tidak suka, aku benci….

Aku benci saat mendengar suara Umi yang mengerang nikmat, aku benci saat melihat Umi yang malah ikut merangsang dirinya sendiri dengan cara menggesek-gesekan vaginanya dengan jemarinya.

“Maang… Aku keluaaar!”

“Aku juga Bu…. Aahkk….” Crreettz…. Creerrs…. Tubuh mereka berdua, kulihat terguncang-guncang, lalu tampak cairan putih keluar dari sela-sela anus Umi

Ujang mencabut penisnya lalu menghadap kearahku, memametkan senjatanya yang besar, membuat nafasku memburu.

“Ikat matanya boleh aku buka?” Tanya Umi.

Mang Ujang memberi isyarat kepadaku, agar aku segera pergi.

Tanpa di minta untuk kedua kalinya, aku kembali ketempatku didepan tv. Aku pura-pura menikmati acara televisi yang sedang menayangkan film india


“Sayang…!” Deg… Umi memanggilku



Aku menoleh kebelakang, melihat tampilan Umi yang tampak urakan. “Ya Umi…” Jawabku senormal mungkin


“Tidurnya jangan malam-malam ya nak.


“Iya Umi, sebentar lagi Adek tidur.” Kataku, sembari memaksa bibirku tersenyum.


Kemudian Umi berlalu meninggalkanku, menuju kamarnya. Sementara aku, entalah, dadaku masih bergemuru, aku masih sangat marah dengan kelakuan Umi yang tega mengkhianati kami


Aku sendiri bingung, tidak tau harus bersikap seperti apa setelah melihat kejadian barusan


Biarlah besok menjadi besok, malam ini aku ingin memejamkan mataku sejenak, melupakan apa yang terjadi malam ini


Aku melangkah gontai menuju kamarku, rasanya semangatku hilang. Kulihat Kang Ujang sedang tersenyum melihatku melangkah menuju kamarku


Kemudian ia menghampiriku, lalu mendorongku hingga menabrak dinding


“Akang mau apa?” Kataku dengan sisa-sisa kemarahanku kepadanya


Dia tersenyum dan tanpa mengatakan apapun, dia menyusupkantangannya masuk kedalam celana piyamaku, aku kaget hendak berontak tapi ia menahanku, hingga jemarinya menyentuh bibir kemaluanku


“Sudah basah… “Bisiknya

Aku mendelik kesal, sambil menahan pergelangan tangannya.


“Enak gak di giniin?” Jujur rasanya enak. “Sama, Umi juga keeanakan waktu akang entotin memeknya….” Jelas Kang Ujang, jemari telunjuknya menggesek-gesek vaginaku.

Apa coba maksudnya mengatakan hal tersebut kepadaku? Dia ingin merayuku dan akan memperkosaku? Tidak akan kubiarkan dia melakukannya, aku yakin teriakanku cukup untuk membangunkan seisi rumah.

Aku memalingkan wajahku, sumpah aku malu karena kedapatan menikmati sentuhan jemarinya di vaginaku

“Non sayang sama Umi?” Aku mengangguk jujur, karena aku sangat menyayangi Umi lebih dari siapapun. “Kalau gitu Non gak boleh marah sama Umi, apa lagi ngaduhin apa yang di lakukan Umi sama Akang.”

Kenapa Umi ngelakuin itu sama Akang?”

Karena Umi sayang sama Non! Tapi lebih jelasnya Akang belum bisa kasi tau, tapi nanti Akang pasti kasi tau Non.” Jelas Kang Ujang, lalu Kang Ujang mengecup keningku.

“Kapan?” Lirihku.


“Esssrt…. Non nikmatin aja dulu ya, biar adil kayak Umi tadi.” Bisiknya, dia memeluk tubuhku, dan kubenamkan wajahku di dadanya yang bidang.

Aku diam, meresapi, menikmati sentuhan jemarinya di bibir vaginaku, sementara itu tangan satunya menyelinap masuk kedalam pantatku, meremas pantatku, menelusuri belahan pantatku.


Kugigit bibirku saat merasakan getaran halus yang berasa nikmat.

Ternyata ini yang di rasakan Umi barusan, pantesan Umi bisa mengerang sekencang itu, di sentuh saja sudah begini nikmatnya apa lagi kalau sampe di masukan. Aahkk… Apa yang aku pikirkan.

Tubuhku terasa memanas, dadaku sesak, dan nafasku memburu nikmat. Beberapa detik kemudian aku merasa ingin pipis dan akhirnyaa…. Seeerr… Seerr… Oh rasanya nikmat sekali.


Kang Ujang menarik kedua tangannya, dia memperlihatkan jemarinya yang berlendir.


“Enakkan? Ini belum seberapa…” Ujarnya, sembari membelai wajahku. “Sekarang Non tidur ya, nanti besok kesiangan… Ingat pesan Akang, gak boleh benci Umi.” Aku mengangguk pelan

Setelah nafasku kembali teratur, aku berlari meninggalkan Kang Ujang dengan berjuta pertanyaan yang memenuhi otakku.

Selesai menunaikan shalat subuh, aku kembali di sibukkan dengan rutinitasku sehari-hari sebagai Ibu rumah tangga pada umumnya. Setelah merapikan mukennaku, aku berjalan menuju kamar putraku.

Dengan perlahan aku membuka pintu kamar putraku, kulihat ia masih tertidur lelap.


Aku duduk di tepian tempat tidurnya, kubelai lembut keningnya. “Bangun nak, mandi dulu… nanti kamu telat kesekolah!” Panggilku lembut sambil memandangi wajah polos putraku yang sedang terlelap.


Entah kenapa aku menjadi menyesal karena kemarin sempat membentaknya. Tapi aku melakukannya bukan karena aku marah, apa lagi sampai membencinya, aku hanya sekedar ingin mendidiknya agar menjadi anak yang lebih baik, yang nantinya bisa aku banggakan.


Perlahan ia membuka matanya, terlihat sedikit kemarahan di sudut matanya saat memandangiku. Maafkan Bunda ya Nak, ini demi kebaikan kamu

“Bangun yuk…” Ajakku.

Dia bangkit, duduk diatas tempat tidurnya sambil mengucek-ngucek matanya.

Biasanya ia akan memelukku, bermanjaan sebentar sebelum ia pergi kekamar mandinya, tapi kini tidak ada lagi pelukan dari putraku tersayang, mungkin dia marah karena kemarin aku tidak membelanya.


Aku mendesah pelan, lalu berjalan meninggalkannya.


Maafkan Bunda ya nak…


Kulambaikan tanganku melepas kepergian putraku kesekolah pagi ini, walaupun tidak ada respon darinya aku tetap menyemangatinya seperti biasanya selama ini.


Aku berjalan masuk kedalam rumahku, aku yakin Toni hanya butuh waktu untuk mengerti maksud tujuanku menghukumnya.

Tok… tok… tok…

“Masuk Bunda!”

Kubuka perlahan pintu kamar Irwan, kudapatkan anak itu sedang berbaring lemas, dengan kompresan di keningnya. Ya… Irwan mendadak demam, aku sendiri tidak mengerti apa penyebabnya ia bisa jatuh sakit seperti ini.


Aku duduk di tepian tempat tidurnya, lalu mengganti kompresan di keningnya.

“Gimana keadaan kamu Wan?” Tanyaku.

“Agak mendingan Bunda, cuman masih sedikit pusing saja.” Jawabnya, sembari memamerkan senyumannya kepadaku.

“Mendingan kita ke dokter aja Wan, untuk memastikan penyakitmu.”

Dia mendesah lirih. “Gak perlu Bun, palingan besok juga sudah sembuh kok! Toni udah berangkat kesekolah Bun?” Tanya Irwan, aku senang karena ia masih sangat perhatian terhadap putraku, setelah apa yang di lakukan Toni kepadanya.

“Iya sudah dari tadi.”

“Semoga Toni pulangnya gak kayak kemarin ya Bunda… Aku cuman merasa khawatir Bun.” Lanjutnya sembari menatapku.

“Insya Allah dia baik-baik saja.” Jawabku, membelai rambutnya. “Bunda mandi dulu ya, soalnya udah bauk asem ni.” Kataku tertawa renyah, lalu aku hendak pergi meninggalkannya tapi dengan cepat Toni menahan pergelangan tanganku.

“Bun…”

“Kenapa Wan?”

“Irwan boleh ikut mandi gak? Soalnya Irwan juga mulai merasah
gerah ni Bun, kalau gak mandi.” Jelasnya, duh… aku jadi bingung.

“Tapi… Bunda….”

“Boleh ya Bun… kan Bunda sudah saya anggap seperti Ibu kandung
sendiri.” Ya… tapi tetap saja beda Wan, semalam kamu hampir saja
membuat Bunda lepas kontrol, untung cepat di akhiri.

“Ya sudah… kamu bisa jalan sendiri?”

“Bisa kok Bu.” Jawab Irwan.

Lalu dia turun perlahan dari tempat tidurnya, sambil berpegangan
denganku, kami melangkah menuju kamar kamar mandi.

###

Elvina Yuliana

Tubuhku menggeliat diatas tempat tidurku, kulihat sinar mentari menyambut pagiku menyusup masuk di balik hordeng kamarku.

Kembali aku menggeliat, merentangkan kedua tanganku. “Eehmpp… ” Aku bangkit dari tempat tidurku.

Berjalan sempoyongan menuju kamar mandiku. “Sial…!” Airnya mati.

Dengan terpaksa aku mengambil kerudungku, keluar menuju kamar mandi utama. Dengan satu tarikan aku menutup kembali pintu kamar mandinya. Dan dengan perlahan kuturunkan celana piyamaku berikut celana dalamnya, lalu duduk diatas closet.

Seperti biasanya, setiap pagi sebelum beraktivitas, aku menuntaskan hasratku terlebih dahulu. “Seeerrr…. Seeeerrr…..” Uuhkk… rasanya nikmat sekali buang air kecil pagi ini.

Treeeaak… Deg… Ya Tuhan…. perlahan pintu kamar mandinya terbuka, tampak sosok seorang pria paruh baya masuk kedalam kamar mandi yang sedang kupakai, dia melihatku, tatapan kami berdua bertemu, ia

tampak kaget tapi sedetik kemudian ia mampu mengendalikan dirinya, sementara aku hanya diam terpaku.

“Maaf Vi, Bapak tidak tau kamu lagi make kamar mandinya.” Ujar Mertuaku tidak bergeming selangkahpun, membuatku sedikit panik.

“I… iya Pak, soalnya air di kamarku gak mau hidup Pak, sepertinya harus di perbaiki.” Bodoh… bodoh… seharusnya aku mengusirnya dari dalam kamar mandi bukan malah mengajaknya ngobrol.

Dia tersenyum kearahku, dan pandangannya itu… Deg… Deg… Deg… dia menatap kearah selangkanganku yang terbuka.

Sumpah aku malu… aku gak tau gimana caranya menyembunyikan selangkanganku ini, apa lagi rambut pubikku sangat lebat, dia pasti bisa membedakan mana vagina mana paha mulusku. Aku menunduk sembari menggigit bibirku.

“Ba… bapak mau mandi?” Tanyaku lagi.

“Enggak Vi, Bapak cuman mau kencing, kamu masih lama ya? Bapak kencing di sini aja ya?” Eh… Aku mengangkat wajahku, tapi sudah terlambat, dia membuka celananya lalu mengeluarkan senjatanya yang semalam berhasil membuatku nyaris tidak bisa tidur karena memikirkannya.

Kulihat benda besar itu dengan perlahan mengeluarkan air bening yang mengucur deras seperti air pancuran.

Aku menarik nafas lega, setelah aku menyelesaikan hajatku, buruburu aku membasuh vaginaku dan berdiri menghadapnya hendak mengenakan kembali celanaku, tapi baru sebatas lututku, tiba-tiba tanganku terhenti.

“Suami kamu kapan pulang?” “Se… semalam… dia bilang katanya masih ada urusan di kota!” Kataku gugup, tubuhku gemetar saat melihat Mertuaku yang telah menyelesaikan hajatnya tapi tidak juga menutup penisnya.

Mertuaku mengehala nafas. “Anak itu, dari dulu kalau urusan pekerjaan selalu saja lupa waktu.” Katanya tenang, setenang air yang dalam.

“Isya allah aku bisa mengerti Pak!” Kataku gugup.

Sumpah aku sendiri tidak tau apa yang sebenarnya terjadi terhadap

diriku, aku tau ini salah dan dia Mertuaku hanya sekedar berbasi-basi, membangun suasana seakan tak terjadi apapun diantara kami

berdua, dan bodohnya aku malah mengikuti permainan gilanya. Ingin rasanya aku mengusir perasaan tak menentu yang kurasakan saat ini, tapi aku tidak mampu melakukannya, apa lagi setelah melihat senyumannya yang damai.

Kutarik nafas dalam, aku harus mengakhiri kegilaan ini, mengobrol sambil memamerkan kelamin masing-masing.

Aku menunduk, kuletakan jemariku di kedua sisi celana dalamku, lalu dengan perlahan aku menarik celanaku, butuh sedikit lagi maka semuanya akan tertutup rapat. Tapi entah kenapa, diakhir aku mulai merasa ragu dengan apa yang kulakukan saat ini.

Dan… “Hari ini kamu kerja nduk?” Satu pertanyaan cukup membuat kedua tanganku berhenti tepat ketika celana dalamku menututpi sedikit vaginaku.

Kuangkat kepalaku memandangnya, ah… tidak, aku memandang kaca yang ada di belakang Mertuaku, melihat pantulan diriku.

Sungguh aku terlihat sangat memalukan, celana yang tadi kutarik menggantung diantara kedua pahaku, sedikit menutupi ujung vaginaku, tapi hanya sedikit, karena sisanya terekpose sangat jelas, mempetlihatkan rambut pubikku.

Saat mata kami kembali bertemu, dia tersenyum penuh arti kepadaku. Oh Tidak… Mertuaku saat ini sedang mengurut penisnya seperti semalam sambil memandangi vaginaku.
“I… iya Pak, saya kerja jam 8!” Kutegakan kembali tubuhku seperti semula.

“Kalian berdua sama saja, gila kerja… kalau begini terus kapan kalian akan memberi saya cucu?” Tanyanya sambil menggelengkan kepala. Ah Pak! Anda sangat cerdas sekali, raut wajah anda sangat berbeda dengan apa yang anda lakukan saat ini.

Obrolan kami mengalir begitu saja, tapi tatapan kami sama, satu arah, kearah kelamin kami masing-masing, aku menatap nanar kearah penisnya yang semakin lama semakin membesar dan terlihat sangat keras sementara dia menatap vaginaku dengan tatapan tenang seakan dia tidak terpengaruh dengan apa yang dia lihat.

Tapi sejujurnya aku tau dia pasti sangat terangsang, apa lagi semalam aku mendengar bagaimana ia memanggil-manggil namaku, seakan dia sangat menginginkanku.

“Maafkan kami Pak, tapi saya janji, kami akan segera memeberi cucu untuk Bapak!” Kataku dengan suara berdecit.

“Bapak tunggu janji kamu ya?” Aku mengangguk, lalu kembali aku membukuk mengenakan celanaku yang sempat tertunda, tapi kali ini sepertinya beliau tidak mau menghentikanku, ada perasaan lega sekaligus kecewa saat celana itu sudah berada di tempat semestinya, menyembungikan vaginaku.

Aku berjalan melewatinya dan hendak membuka pintu kamar mandi.

Dan tiba-tiba pergelangan tanganku ia tarik, menghentikan langkahku yang hendak keluar dari dalam kamar mandi.

Apa dia hendak memperkosaku?
###

Emi Sulia Salvina

Dengan lembut aku menggosok punggungnya dengan spon yang ada di tanganku, jujur… ini kali pertama aku memandikan seorang anak remaja yang lebih tua beberapa tahun dari anakku, bahkan anakku sendiri tidak perna kumandikan.

Tapi entah kenapa, dia berhasil membujukku untuk memandikannya dengan alasan dia sedang sakit.

Apa karena dia sakit terus aku harus memandikannya? Kurasa tidak juga, ini hanya akal-akalannya saja seperti semalam. Tapi demi menebus kesalahan anakku, aku harus melakukannya agar ia tidak pulang kekampung halamannya dan menceritakan semuanya kalau anakkulah yang membuatnya meninggalkan rumah.

Bisa-bisa hubungan baik Suamiku dengan keluarga besarnya yang ada di kampung bisa renggang karena kelakuan anaknya.

“Terimakasi ya Bun, sudah mau memandikan Irwan, jadi makin betah tinggal di rumah ini.” Ujarnya, sambil memandangku dengan tatapan bahagia karena aku mau menuruti kemauannya.

Kubalas ia dengan senyuman….

Saat ini kami berada di dalam kamar mandi, dia sedang duduk kursi kecil, sementara aku berlutut di belakangnya sambil menyabuni punggungnya.(Kalau kalian biasa nonton JAV jepang kalian pasti tau posisi ini, maaf klau saya menggambrkannya krang detail) Tanganku berpindah kedadanya, lalu turun kepahanya, dan pada saat bersamaan mataku terpaku kearah penisnya yang sudah mengancung keras di depan mataku.

Gleek… Aku menelan air liurku, menahan nafasku agar bisa tenang.

Ternyata dia terangsang, padahal hanya dia yang telanjang sementara aku masih berpakaian utuh, bahkan kerudungkupun tidak kulepas.

Saat tanganku berada di bagian paha dalamnya, aku tidak sengaja menyentuh batang kemaluannya, dan… punyanya sangat keras, bahkan lebih keras di bandingkan milik Suamiku

Astaga… Apa yang kupikirkan, aku harus segera, secepat mungkin menyelesaikan mandinya, agar pikiranku tidak ngelantur kemanamana, bisa gawat kalau aku sampai terbawa suasana seperti semalam, bisa-bisa aku lepas kontrol seperti semalam dengannya. “Ayo berdiri!” Kataku.

“Tapi Bun….

“Kenapa Wan?” Tanyaku bingung, tapi entah kenapa ada rasa takut di dalam diriku.

Dia tersenyum. “Ini kontolnya aku kok gak di sabunin juga Bun?” Ya Tuhaaan… dia memintaku membersihkan kemaluannya, jangan gila Wan, mana mungkin Bunda melakukannya.

“Kamu bisa sendirikan?” “Tanggung Bun!” Dua menarik tanganku, lalu dia mengarahkannya kearah penisnya.

Aku menepisnya, maaf aku tidak segila itu, memandikannya saja sudah membuatku merasa seperti wanita nakal, apa lagi kalau harus membersihkan penisnya? Tidak Wan kamu salah menilai Bunda.

Kejadian semalam, karena aku mengira kamu sama lugunya seperti anakku, tapi ternyata aku salah menilaimu.

Mata kami berpandangan lalu tiba-tiba dia mencium bibirku. Mataku terbelalak dan hendak melepaskan diri darinya, tapi Irwan dengan cepat mendorong tubuhku hingga terlentang, belum sempat aku berdiri, dia sudah mendudukiku.

“Wan… Apa yang…” Suaraku terputus ketika dia melumat bibirku dengan rakus.

Tangannya menyelinap masuk kedalam gaun tidurku, lalu dengan satu sentakan dia berhasil membuka celana dalamku. Aku yang panik berusaha melawan sekuat tenagaku, tapi aku gagal karena tenaganya jauh lebih kuat dariku.

Dia menarik gaun tidurku hingga sobek, menampakkan payudaraku yang mengembung seperti balon.

“Jangan ngelawan, atau Toni yang akan menanggung akibatnya…?” Bisiknya di telingaku.

Toni… Apa maksud dari ucapannya? Dia mengancamku dan Toni? Ya Tuhan, berarti apa yang di katakan Toni kemarin benar, selama ini Irwanlah yang telah memukul dirinya hingga babak belur? Tidaaak… kamu bohongkan Wan? Ya Tuhan, aku memarahi anakku demi membela orang yang telah menyelakainya…

Maafkan Bunda nak… “Bajingan kamu Wan!” “Hehehe… Kalau Bunda kepingin Toni hidup, lebih baik Bunda menuruti perintah saya.” Ancamnya kembali sambil menciumi
payudarahku. Aahkk… “Jangan sakiti Toni Wan, Oohk… Apa salah kami Wan?” Isakku frustasi… “Maaf saya hanya menuruti perintah!”

Dia membuka kedua kakiku, lalu dengan perlahan kurasakan benda tumpul milik Irwan menyeruak masuk kedalam vaginaku. “Aaaahkk…” Lidahku terjulur merasakan benda asing itu menerobos vaginaku yang sudah lama tidak tersentuh.

Tidaaak… aku sama sekali tidak menikmatinya, ini bukan lm ataupun cerita dewasa, ketika seorang wanita yang di perkosa ia merasa keenakan. Aku sama sekali tidak merasakannya. Yang kudapatkan hanyalah rasa sakit di liang peranakanku, dia kasar… sangat kasar sekali… sumpah aku mengutuk perbuatannya

Dan semuanya mulai terasa gelap….

###
Pov 3

Seorang pemuda sedang duduk di tepian tempat tidurnya, sambil menghisap lintingan ganja yang ada di tangannya.

“Halo….”

“Gimana Wan, berhasil gak…? Mau sampai kapan saya menunggu hasil darimu, kalau kamu sampai gagal, kamu harus tau akibatnya…” “Sabar Bos, ini juga udah berhasil kok, tapi dia belum jinak…” Ujar Irwan sambil memandang sesosok wanita yang hanya mengenakan kerudung tanpa mengenakan pakaian, sedang menangis di pojokan tempat tidurnya dalam keadaan terikat.

Ingat ya Wan… jangan main-main sama saya.” “Beres Bos, secepatnya saya akan serahkan dia, tapi tunggu dia jinakan dikit ya Bos…” “Oke…”

“Oh iya Bos, barang saya mau habis ni, saya bisa ambil lagikan?” Tanya Irwan sambil menghisap dalam-dalam lintingan ganjanya.

“Kamu temuin Roni saja di tempat biasa.”

“Terimakasi Bos…” Tutt… tut… tut… Irwan menutup telponnya dan meletakan kembali hpnya di atas meja. mDia kembali menghampiri Ibu muda itu sembari membawa suntikan, lalu sembari tersenyum ia memperlihatkan jarum suntik tersebut di depan mata sang wanita.

Ibu Muda itu langsung histeris, ia memohon tapi mulutnya yang tersumpal kain tak bisa bicara, dia hanya menatap takut kearah pemuda tersebut yang sedang memamerkan senyuman iblisnya. Kemudian pemuda itu menarik pergelangan tangannya yang terikat. “Eeehmmpp…” Pekiknya saat jarum itu menusuk diatatara lipatan siku tangannya.

Baca Juga : Ustadzah Ketahuan Masturbasi